Sunday 23 June 2013

PRJ DI MONAS, SEBUAH PROSES SPIRITUALITAS PEMBANGUNAN YANG BERTRANSFORMATIVE

Tanggapan atas tulisan Rahmad Agus Koto dan Zen Muttaqin

Setelah tiga hari mengasingkan diri di puncak bukit, hari ini saya kembali menelusuri tulisan-tulisan di Kompasiana, membaca tulisan-tulisan dari para guru yang hadir memberikan pencerahan dengan gayanya berbeda. Sekali lagi tulisan tentang Jokowi- Ahok sangat menarik untuk ditelusuri, dipahami. Dua artikel tentang Gebrakan Jokowi-Ahok dari Rahmad Agus Koto dan Zen Muttaqin sangat menarik bagi saya untuk mengulasanya.

Sepakat dengan Zen Muttaqin
Rasa antusiasme warga Jakarta atas peranyaan PRJ di Monas secara tersirat telah menunjukan sebuah proses perjalanan rohani warga Jakarta dalam menemuan sumber mata air kehidupan. Mata air kehidupan adalah gambaran dari nilai-nilai kemanusiaan yang telah hilang, pudar. Nilai-nilai yang telah lama terkubur di kedalaman galian-galian fondasi bangunan dan lupa dipahat kembali di dinding waktu, di setiap sudut jalan kehidupan ibu kota.
Kata antusiasme, secara etomologis merefleksikan proses kerohanian ini, spiritualitas ini. Dari kata Yunani, antusiasme terdiri dari dua kata an dan Theos. An, di dalam dan Theos : Tuhan. Artinya di Dalam Tuhan. Apapun yang dilakukan di dalam Tuhan akan berbuah. Apapun yang dilakukan dengan dasar Ibadah merupakan proses penterjemahan panggilan untuk berkarya menyempurnakan karya Ciptaan Tuhan. Orang bersukacita, bergemibira karna Ia ada dalam naungan Kasih. Orang bersemangat karna Ia dituntun oleh Cinta Ilahi. Karna Cinta maka orang bisa berbela rasa, orang bisa memahami jeritan jiwa yang berduka, orang dapat merangkai kata dan membahasakan harapan yang tak terucap.
Jokow Ahok, memahami Cinta yang Antheos dan mereka telah menghayati Cinta yang membebaskan. Mereka telah mampu melewati tapal batas birokrasi, tapal batas keegoan suku, golongan, agama dan partai. Mereka dalam spiriti blusukan ala Jokowi dan ketegasan menyediakan dapur yang sehat ala Ahok sebenarnya sedang menterjemahkan dan membagikan roti-roti iman yang universal yang mereka hayati agar semua orang , warga Jakarta pun dapat merasakan kegairahan, sukacita meskipun mungkin sebagian masih menerima remah-remah dari hidangan ini.

Kecerdasan Emosional
Sebuah proses adalah perjalalan, butuh waktu, cara dan media serta kepekaan menggunakan media dalam menyampaikan pesan perubahaan itu. Kecerdasan emosional adalah buah dari Spirtualitas. Tidak bisa dilepaspisahkan. Orang yang tingkatan spiritualitasnya tinggi mampu memahami perbedaan, mampu mendengar jeritan-jeritan, mampu melihat yang terselubung. Dan mereka dengan peka memaikan peran sebagai Penatalayan- penat dan pelayan.
Jokowi Ahok hadir sebagai penatalayan Jakarta, menata meja perjamuan dan melayani rakyatnya. Ini hanya bisa dilakukan oleh pemimpin yang berspirtualitas universal bukan pemimpin spiritualitas radikal dan mengabaikan semangat pluralism.

Proses Transformasi.
Melalui gerakan spiritualitas sebagai penatalayan, Jokowi Ahok membangkitkan semangat dalam diri warga Jakarta untuk belajar saling melayani melalaui gerakan-gerakan, program-program  menata kehidupan di segala segi. Perubahan itu terjadi karna Ia pemimpin telah ada di depan menunjukan jalan, , jalan menuju sumber mata air kehidupan yang selama ini tertutup oleh pemimpin yang bermental picik serta mengabaikan semangat pluralism.
Melalu gerakan menggugan emosi warga Jakarta untuk mencintai Jakarta, melalui kepekaan akan rasa yang hilang, Jokowi Ahok mengajak warga Jakarta untuk melangkah lebih jauh, bukan sekedar pada ungkapan emosional atas kembalinya apa yang hilang tetapi sebagai sebuah langkah awal menuju perubahan yang bertransformatif di mana semangat Spiritualitas pembangunan adalah Pluralisme, kemanusiaan, berbasis Budaya dan kepekaan untuk terus melayani dalam CINTA.

Salam
Uran oncu, penyair Jalanan, anak petani pengagum Pluralisme dan Soekarno

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...