Friday 7 June 2013

DUA SISI KEHIDUPAN


     DARI SEPENGGAL CATATAN HARIAN ANAK PETANI



Sumber Foto:Flexmedia



Sepanjang malam ia menatap hamparan ladang
bak permadani dibingkai bulir-bulir padi diam tertunduk. 
Berderet tanaman jangung terurai rambut 
dari ujungnya, bergemericik di sapa angin gunung. 
Sesekali terdengar gongongan anjing 
di ujung bukit menyapa lembah,
dan tarian burung malam teruskan pesan. 
Sesekali ia menarik pelan, sedalam rindunya,
 hela napas perjuangan. Kepulan asap rokok dari daun lontar
 temaninya mengusir sepih,
 asap putih terobosi remang cahaya malam.

aku tidak tau kapan ia bangun dari tidurnya, 
juga tidak tau kapan ia letakan tubuh tuanya 
di atas papan tua warisan sekian generasi.
 Sesekali ia dendangkan lagu lama, kata ibuku,
 itu lagu yang dulu sering ia nyanyikan agar aku cepat terelelap dalam mimpi. 


aku terjaga saat tangan tuanya goncangkan kesadaranku, 
pisahkan tubuhku dari mimpi, 
bahwa hidup harus dimulai. 
Ufuk timur masih gelap gulita, 
belum ada tanda-tanda mentari bersiul di pucuk embun.
 angin darat terus bertiup
 kembangkan perahu nelayan,
 melepas jangkar menakar waktu sejauh ia berlayar. 
Kami bergegas menyusuri petak. 
tertatih berjalan di remang rembulan, 
kuikuti bayangannya hildang di telan gelap pepohonan. 
namun tidak butuh waktu lama karna ia cepat sadar menantiku, 
menuntun aku.


*************

aroma laut tercium, 
suara gemuruh pantai selatan gelorakan jiwa.
 Kukayu dayung pada hitungan waktu saat gelombang menepih.

sejauh angin darat kembangkan layar,
 biduk kami terombak di kesunyian pagi.
 Kemilauan garis waktu di pelataran laut tuntun tanganya, 
mengulur lepas tali pancing.
 Menanti diam. 
tidak lama pancing tersambar, 
dengan cekat tanganya bergerak
 merengkuh berkah dari Tuhan. Satu, dua, tiga dan seterusnya...

kami pulang membawa ikan...
tak lupa ia pisahkan ikan yang sedang mengandung telur
usap pelan sebelum melapas kembali...

tanyaku, kenapa ayah dilepas kembali

ya agar hidup itu tidak punah,
hidup itu harus dijaga...

*********
saat gadis desa menyibak embun menuju sumur
kupapas di serambi mimpi terisah di malam tadi
ia terpanah 

tubuh kecilku terseok memanggul
sembari kusiul rindu mengoda 

kami berpisah di lorong berbatu
kuayun langkah menuju ladang
ia bergegas menuju sumur

*********************

hari masih pagi...
hamparan ladang menanti...
sembari kunikmati ikan bakar
bersama ayah dan ibu

kugoreskan sepenggal puisi di sudut gubuk
tentang senyum indahnya

tak lupa kunikmati hidup ini
sebagai petani 
sebagi nelayan
dua sisi kehidupan
bergelora dalam jiwaku.


Panorama di Pantai Selatan Lewotobi, Ilebura Flores-NTT


Uran Oncu

Anak petani bermimpi besar


www.kompasiana.com/uran






No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...