Monday 11 March 2013

Memaknai Dolo-Dolo Bagian Ke-2


Sambungan Bagian I
Kesadaran manusia (masyarakat) sebagai satu kesatuan dalam ikatan Sosial Budaya, menggerakan setiap Pribadi untuk terus berjuang mewujudkan eksistensi Ikatan Sosial itu. Bahasa yang digunakan baik menggunakan bahasa daerah maupun bahasa Nasional, bahasa lisan dan tulisan juga bahasa dalam  bentuk symbol merupakan media komunikasi untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan. Lagu Dolo- Dolo sebagai media ekspresi dari proses komunikasi yang dimainkan secara sadar oleh masyarakat, oleh generasi tua kepada generasi muda. Kesadaran bahwa pesan nilai-nilai kehidupan ini harus diwartakan. Agar pesan ini menarik maka media lagu dan tarian menjadi pilihan strategis. Namun menjadi pertanyaan apakah kesadaran tentang makna di balik  lagu Dolo-dolo atau bentuk ekspresi komunikasi yang lainnya seperti bahasa adat sungguh-sungguh dipahami oleh setiap orang yang membawakannya maupun yang mendengarkan?
Merujuk kembali pada tataran  teori yang dikembangkan oleh Rogers,Everett  M dalam tulisan bagian pertama, bagi penulis, sangat penting mengemas media-media social dalam tataran kehidupan social budaya untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan. Interaksi yang terjadi dalam kesatuan gerakan, tarian seperti dalam  lagu dolo-dolo hendaknya didesign secara sengaja, sistimatis, tematis dan terintegrasi dalam keseluruhan tema-tema kehidupan. Bahwa irama dolo-dolo sudah digunakan dalam Liturgi menunjukkan bahwa warisan budaya merupakan nilai-nilai yang dinamis, namun hendaknya spirit dalam liturgy Sabda dan Ekaristi melalui irama dolo-dolo menjadi sumber inspirasi untuk menterjemahkan makna “Sabda Telah Menjadi Daging dan Tinggal di antara Kita”
Irama Dolo-dolo yang dibawakan secara menyentak, bersemangat merupakan ekspresi dari sikap responsive masyarakat atas situasi social, lingkungan, budaya, sikap cepat tanggap, sikap cepat “Hadir dalam Solidaritas” seperti sahutan dalam bait-bait yang dilantunkan. Sahut menyahut dalam irama dolo-dolo menunjukan bahwa  masyarakat Lamaholot mampu mengemas dan memahami pesan yang disampaikan dengan dengan bijak memberikan tanggapan.
Korelasi dalam konteks pembangunan adalah proses komunikasi yang  menumbuhkan kesadaran dalam diri anak-anak, dalam diri generasi muda akan nilai-nilai pembangunan yang berorientasi pada kearifan-kearifan local, pembangunan yang berorientasi pada proses bukan pada hasil, pembangunan yang berpusat pada manusia sebagai pelaku bukan sebagai objek dari pembangunan dan pembangunan yang dijalankan dalam spirit kemitraan sebagaimana spirit saling mengandeng tangan, membentuk lingkaran dalam irama tarian Dolo-Dolo.
Eksistensi tarian Dolo-Dolo yang dibawakan secara bersama-sama, melibatkan banyak orang tanpa ada batas jumlah menegaskan bahwa keberhasilan suatu program bukan karna seseorang tetapi karna adamu, adaku dan ada kita bersama, bersama dalam satu kemitraan, satu dalam jalinan relasi secara holistic.  Pentingnya kemitraan ini ditegaskan Viona Verity bahwa:
“Community capacity building is the capabilities that exist within communities and within the networks between individuals, communities and institutions and civil society that strengthen individual and community capacity to define their own values and priorities and the ability to act on these. Community capacity has a number of dimensions including financial capacity and physical, human and social resources. (Verity, Fiona (2007). Community Capacity Building – A review of the literature. Government of South Australia 2007. Dikases pada tanggal 23 Agustus 2012 dari  http://www.sapo.org.au/pub/pub10783.html)

Bersambung di  Dolo-Dolo Dalam Konteks Dunia Pendidikan (catatan atas Kurikulum 2013)
http://www.kompasiana.com/dashboard/uran

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...