Saturday 13 April 2013

Ketika Daun Sukun Melepas dari Dahan


Dentang lonceng Gereja masih tersangkut di pohon sukun, waktu masih menanti detak berikutnya. Aku bergegas lebih cepat sore itu, agar lebih banyak waktu berdiam sunyi di sudut doa. Langkahku terhenti menatap sosok di bawa pohon sukun, sumringan senyumnya menatap gadis kecil bermain kelereng. Hai Vero, apa kabar, kusapa lembut menatap tajam. Ia terkejut…
Terlintas sejenak di beranda waktu, saat aku menaruh harapan , sejumput rindu mengenalnya. Namun kisah ini hilang di sudut waktu saat ia hilang bersama deru sepeda motor, mengukir hari-harinya bersama pilihannya. Aku tertegun  menatap kosong, diam menepi di lorong malam itu.
Lamunanku buyar saat ia menyapa, Bang Ini anakku.. gadis kecil dengan bola mata berbinar, beralis tebal, terus tersenyum dan mencoba membersihkan tangannya dengan ujung baju. Dea namuku om..
Mana suamimu? tanyaku…
dia tersenyum, menatap lurus.  Diam.  hening. tanganya  sigap menggapai daun suku yang jatuh. satu hentakan ia gengam daun ini. Apakah salah pertanyaan aku ini, jiwaku gelisah..
Gadis kecilnya terus bermain, berlari menyongsong pantulan kelerang…
sejenak ia mainkan daun ini, menyibak keraguan. diserahkan daun tua ke tanganku sambil tersenyum ia berbisik pelan
” Kami baru pulang dari pernikahan ayahnya Dea”
angin sore ini melambaikan perpisahaan, daun sukun tua terus berjatuhan, lepas bebas melayang. Sebelum daun itu menyentuh tanah Ia sigap menggapai , menyusunnya. Aku hanya diam, bingung.  ”Kami baru pulang dari pernikahan ayahnya Dea” terngiang terus…
Bang kok bingung,  sapanya menegaskan ketegaran.
Ya aku bingung, kamu bisa setegar itu ya….
Ya mau apalagi bang, dia kan sudah memilih yang lain.  Sakit hati tapi aku harus hidup, aku harus kuat, aku harus sehat demi masa depan Dea,…
Hidup itu harus bergerak, daun tua melepas pisah, melayang pelan. Terkumpul di sudut hari, membiarkan diri terurai jadi pupuk. Di dahan ia pernah ada, muncul kehidupan baru, tunas baru.
Detang lonceng sadarkan aku,  hidup itu pilihan.  Melepas bebas agar tumbuh harapan.
” Aku tidak menuntut apa-apa. Aku tidak mau ribut karna tuntutan. Aku ingin bebas, tenang mengasuh dan mendidik buah hatiku ini”.
pernyatan demi pernyataan, untaian kalimatnya membuat aku tertegun. Senyumnya gambarkan ketegaran, kesigapannya membuktikan Hidup itu bergerak maju..
tapi sekuatkah dia?
yuk bang kita masuk dalam Gereja
aku melangkah menuju Gereja, kusandarkan kedua lututuku, mencoba cari jawaban, apa kekuatan di balik ketegaran jiwanya. Bekatup tangan diam. Semakin diam aku  sadar,
kupalingkan wajah menatap ke barisan mereka, ia berlutut diam, …
” Ya Doa dan Kepasrahan adalah Sumber Kekuatan”
Vero, wanita yang hadir membasuh wajah Tuhan berlumuran dara, hadir menyapaku membasuh imanku yang masih kerdil ini …
Tuhan, aku tidak tau berdoa sore ini, ajari aku ketegran dan ketenangan seperti tangan diam terkatup itu.



Uran Oncu, 14 April 2013

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...