Sambungan
Bagian I
Kesadaran
manusia (masyarakat) sebagai satu kesatuan dalam ikatan Sosial Budaya,
menggerakan setiap Pribadi untuk terus berjuang mewujudkan eksistensi Ikatan
Sosial itu. Bahasa yang digunakan baik menggunakan bahasa daerah maupun bahasa
Nasional, bahasa lisan dan tulisan juga bahasa dalam bentuk symbol merupakan media komunikasi untuk
menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan. Lagu Dolo- Dolo sebagai
media ekspresi dari proses komunikasi yang dimainkan secara sadar oleh
masyarakat, oleh generasi tua kepada generasi muda. Kesadaran bahwa pesan
nilai-nilai kehidupan ini harus diwartakan. Agar pesan ini menarik maka media
lagu dan tarian menjadi pilihan strategis. Namun menjadi pertanyaan apakah
kesadaran tentang makna di balik lagu
Dolo-dolo atau bentuk ekspresi komunikasi yang lainnya seperti bahasa adat
sungguh-sungguh dipahami oleh setiap orang yang membawakannya maupun yang
mendengarkan?
Merujuk
kembali pada tataran teori yang
dikembangkan oleh Rogers,Everett M dalam
tulisan bagian pertama, bagi penulis, sangat penting mengemas media-media
social dalam tataran kehidupan social budaya untuk menanamkan nilai-nilai
kehidupan. Interaksi yang terjadi dalam kesatuan gerakan, tarian seperti
dalam lagu dolo-dolo hendaknya didesign
secara sengaja, sistimatis, tematis dan terintegrasi dalam keseluruhan
tema-tema kehidupan. Bahwa irama dolo-dolo sudah digunakan dalam Liturgi
menunjukkan bahwa warisan budaya merupakan nilai-nilai yang dinamis, namun
hendaknya spirit dalam liturgy Sabda dan Ekaristi melalui irama dolo-dolo
menjadi sumber inspirasi untuk menterjemahkan makna “Sabda Telah Menjadi Daging dan Tinggal di antara Kita”
Irama Dolo-dolo yang dibawakan secara menyentak, bersemangat
merupakan ekspresi dari sikap responsive masyarakat atas situasi social,
lingkungan, budaya, sikap cepat tanggap, sikap cepat “Hadir dalam Solidaritas” seperti sahutan dalam bait-bait yang
dilantunkan. Sahut menyahut dalam irama dolo-dolo menunjukan bahwa masyarakat Lamaholot mampu mengemas dan
memahami pesan yang disampaikan dengan dengan bijak memberikan tanggapan.
Korelasi dalam konteks pembangunan adalah proses komunikasi
yang menumbuhkan kesadaran dalam diri
anak-anak, dalam diri generasi muda akan nilai-nilai pembangunan yang
berorientasi pada kearifan-kearifan local, pembangunan yang berorientasi pada
proses bukan pada hasil, pembangunan yang berpusat pada manusia sebagai pelaku
bukan sebagai objek dari pembangunan dan pembangunan yang dijalankan dalam
spirit kemitraan sebagaimana spirit saling mengandeng tangan, membentuk
lingkaran dalam irama tarian Dolo-Dolo.
Eksistensi
tarian Dolo-Dolo yang dibawakan secara bersama-sama, melibatkan banyak orang
tanpa ada batas jumlah menegaskan bahwa keberhasilan suatu program bukan karna
seseorang tetapi karna adamu, adaku dan
ada kita bersama, bersama dalam satu kemitraan, satu dalam jalinan relasi
secara holistic. Pentingnya kemitraan ini ditegaskan Viona Verity
bahwa:
“Community capacity building is the capabilities
that exist within communities and within the networks between individuals,
communities and institutions and civil society that strengthen individual and
community capacity to define their own values and priorities and the ability to
act on these. Community capacity has a number of dimensions including financial
capacity and physical, human and social resources. (Verity, Fiona
(2007). Community Capacity Building – A review of the literature.
Government of South Australia 2007. Dikases pada tanggal 23 Agustus 2012 dari http://www.sapo.org.au/pub/pub10783.html)
Bersambung di Dolo-Dolo
Dalam Konteks Dunia Pendidikan (catatan atas Kurikulum 2013)
http://www.kompasiana.com/dashboard/uran
No comments:
Post a Comment